Ocha WeBlog

Proud to be Moslemah Doctor- FK UIN Syarif Hidayatullah

Keganasan pada Kulit


Diagnosis Untuk Keganasan pada kulit

Diagnosis dini keganasan pada kulit merupakan hal yang sangat penting. Selain itu dalam mendiagnosis suatu keganasan juga merupakan hal yang sulit sehingga dibutuhkan pengalaman dan melihat secara teliti. Kecurigaan akan kegansan hendaknya sudah timbul bila;

  1. Secara anamnesis

Pada kulit terdapat :

  • Rasa gatal/nyeri
  • Perubahan warna (gelap, pucat, dan terang)
  • Pelebarannya tak merata kesamping
  • Permukaan tidak rata
  • Trauma
  • Perdarahan (walaupun karena trauma ringan)
  • Ulserasi / infeksi yang sukar sembuh
  1. Secara obyektif

Pada kulit ditemukan:

    • Tidak berambut
    • Warna: suram (waxy, seperti mutiara, translusen) atau sama dengan kulit normal
    • Permukaan: tidak rata, cekung ditengah dengan pinggir agak menonjol (linier atau papular)
    • Penyebaran warna tidak homogen
    • Skuamasi halus atau  krusta yang melekat bila diangkat timbul perdarahan
    • Sering timbul tunas yang bersifat seperti tumr induknya
    • Perbedaan berbeda-beda sesuai dengan keadaan; dapat keras, kenyal, terasa nyeri; dalam permulaan mudah digerakkan dari dasarnya.
    • Diameter terpanjang membentuk sudut dengan garis R.S.T.L (Rest Skin Tension Line)
    • Telangiektasis kadang-kadang ditemukan mulai dari pinggir ke arah sentral

Sangat sulit membedakan bentuk dini karsinoma sel absal, karsinoma sel skuamosa, maupun melanoma maligna. Diagnosis pasti keganasan ditentukan dengan pemeriksaan patologik-anatomik.

Adapun jenis tumor kulit yang termasuk kategori ganas adalah sebagai berikut;

  1. Karsinoma Sel Basal

Patogenesis

Tumor ini diduga berasal dari sel epidermal pluripoten atau dari epidermis /adneksanya

Faktor predisposisi:

    • Faktor lingkungan

Radiasi, bahan kimia (arsen), pekerjaan tertentu yang banyak terkena sinar matahari (nelayan, petani);adanya trauma (luka bakar), ulkus sikatrik.

    • Faktor genetik

Misalnya, xeroderma pigmentosum, albinisme

Gejala klinis

Tumor ini umumnya ditemukan didaerah berambut, bersifat invasif, jarang bermetastatis. Dapat merusak jaringan disekitarnya, bahkan sampai ke tulang, serta cenderung untuk residif bila pengobatannya tidak adekuat.

Bentuk klinik yang banyak ditemukan ialah:

  • Bentuk nodulus (termasuk ulkus rodens)

Bentuk ini paling sering ditemukan. Pada tahap permulaan sangat sulit ditentukan bahkan dapat berwarna seperti kutil normal atau menyerupai kutil. Gambaran klinis yang khas berupa gambaran keganasan dini seperti; tidak berambut, berwarna coklat/ hitam, tidak berkilat (keruh). Bila sudah berdiameter +- 0,5 cm sering ditemukan pada bagian pinggir berbentuk papular, meninggi, anular, dibagian tengah cekung yang dapat berkembang menjadi ulkus (ulkus rodent) kadang-kadang ditemukan telangiektasis. Pada perabaan terasa keras dan berbatas tegas. Dapat melekat didasarnya bila telah berkembang lebih lanjut. Dengan trauma ringan atau bila krustanya diangkat mudah terjadi perdarahan.

  • Bentuk kistik

Bentuk ini agak jarang ditemukan. Permukaan licin, menonjol di permukaan kulit berupa nodus atau nodulus. Pada perabaan keras, dan mudah digerakkan dari dasarnya. Telaiektasis dapat ditemukan pada tepi tumor.

  • Bentuk superficialis

Bentuk ini menyerupai penyakit bowen, lupus eritematosus, psoriasis atau dermatomikosis. Ditemukan di badan serta umumnya multipel. Biasanya terdapat faktor-faktor etiologi berupa faktor arsen atau sindrom nevoid basal karsinoma. Ukurannya dapat berupa plakat dengan eritema, skuamasi halus dengan pinggir yang agak keras seperti kawat dan agak meninggi. Warnanya dapat hitam berbintik-bintik atau homogen yang kadang-kadang menyerupai melanoma maligna.

  • Bentuk morfea

Secara klinis menyerupai morfea akan tetapi ditemukan tanda-tanda berupa kelainan yangd datar, berbatas tegas tumbuhnya lambat berwarna kekuningan, pada perabaan terasa keras pada tepi lesi.

Karsinoma sle basal umunya tumbuh lambat, kadang-kadang dapat berkembang cepat. Jaringan yang paling banyak rusak ialah pada bagian permukaan. Ulseraasi dapat terjadi yang menjalar ke arah samping maupun ke arah dasar meliputi otot, tulang maupun jaringan lainnya. Ulserasi pada daerah mata dapt merusak bola mata sampai orbita.

Prognosis

Prognosisnya cukup baik, bila diobati sesuai dengan cara benar

  1. Karsinoma Sel Skuammosa

Etiologi

    • Sinar matahari (2900Ă-3000 Ă)

Sinar matahari merupakan salah satu peyebab karsinoma sel skuamosa.

    • Ras /herediter

Pada daerah kulit berwarna ditemukan lebih banyak pada daerah tertutup daripada terbuka orang kulit putih lebih banyak daripada orang kulit berwarna.

    • Faktor genetik

Faktor genetik yang paling menonjol tampak pada xeroderma pigmentosum, pada penyakit ini ditemukan defek pembentukan DNA oleh karena pengaruh sinar ultraviolet.

    • Arsen inorganik

Misal terdapat di alam (air sumur).

    • Radiasi

Misal, sinar X-sinar gama

    • Faktor hidrokarbon

Misal, tar, minyak mineral, parafin likuidum

    • Sikatriks, keloid, ulkus kronik, fistula (osteomiolitis)

Patogenesis

Karsinoma sel skuamosa berasal dari sel epidermis yang mempunyai beberapa tingkat kematangan, dapat intraepidermal, dapat pula bersifat invasif an bermetastasis jauh.

Gejala klinis

Umur yang paling sering ialah 40-50 tahun (dekade V-VI) dengan lokalisasi yang tersering ditungkai bawah dan secara umum ditemukan lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan.

Tumor ini dapat tumbuh lambat, merusak jaringan setempat dengan kecil kemungkinan bermetastasis. Sebaliknya tumor ini dapat pula tumbuh cepat, merusak jaringan disekitarnya dan bermetastasis jauh, umumnya melalui saluran getah bening.

  • bentuk intraepidermal

bentuk intraepidermal detemukan pada: keratosis solaris, kornu kutanasea, keratosis arsenikal, penyakit bowen, eritoplasia (Queyrat), epitelioma jadassohn. Penyakit ini dapat menetap dalam jangka waktu yang lama ataupun menembus lapisan basal sampai e dermis dan selanjutnya bermetastasis melalui saluran kelenjar getah bening.

  • bentuk invasif

bentuk ini dapat terjadi dari:

  1. bentuk intraepidermal
  2. bentuk prakanker
  3. de novo (kulit normal)

mula-mula tumor ini berupa nodus yang keras dengan batas-batas yang tidak tegas, permukaannya mula-mula licin seperti kulit normal yang akhirnya berkembang menjadi verukosa atau menjadi papiloma. Pada keadaan ini biasanya tampak skuamasi yang menonjol.

Pada perkembangan lebih lanjut tumor ini biasanya menjadi keras, bertambah besar kesamping maupun ke arah jaringan yang lebih dalam. Invasi ke arah jaringa lunak maupun otot serta tulang akan memberikan perabaan yang sulit digerakkan dari jarinagn disekitarnya.

Ulserasi dapat terjadi,pada umumnya mulai ditengah dan dapat timbul pada waktu berukuran 1-2 cm. Ulserasi tersebut diikuti pembentukan krusta dengan pinggir yang keras serta mudah berdarah. Bentuk papiloma eksofilik jarang ditemukan.

Urutan kecepatan invasif dan metastasis tumor sebagai berikut;

  1. tumor yang tumbuh diatas kulit normal (de novo): 30%
  2. tumor didahului oleh kelainan prakanker (sikatriks, ulkus kronik): 25%
  3. penyakit bowen, eritroplasia Queyrat: 20%
  4. keratosis solaris

tumor yang terletak didaerah bibir, anus, vulva, penis lebih cepat mengadakan invasi dan bermetastasis dibandingkan dengan daerah lainnya. Metastasis umunya melalui saluran getah bening, dengan perkiraan sekitar 0,1-50% kasus. Perbedaan metastasis bergantung pada diagnosis dini, cara pengobatan dan pengawasan setelah terapi.

Prognosis

Prognosis karsinoma sel skuamosa sangat bergantung kepada:

  1. diagnosis
  2. cara penobatan dan ketrampilan dokter
  3. kerjasam antara orang yang sakit dengan dokter

prognosis yang paling buruk bila tumor tumbuh di atas sel kulit yang normal (de novo), sedangkan tumor yang ditemukan di kepala dan leher, prognosisnya lebih baik daripada ditempat lainnya. Demikian juga prognosis yang ditemuakan diekstremitas bawah, lebih buruk daripada di ekstremitas atas.

Leave a comment »

Perkembangan Remaja


Remaja Menurut World Health Organisation (WHO) merupakan periode kehidupan antara usia 10-19 tahun yang menunjukkan pematangan fisik dan seksual pada laki-laki dan perempuan yang mengarah pada karakteristik perilaku, dipengaruhi oleh budaya. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan. Transisi ke masa dewasa bervariasi dari satu budaya kebudayaan lain, namun secara umum didefinisikan sebagai waktu dimana individu mulai bertindak terlepas dari orang tua mereka.

Pubertas merupakan Periode transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa à ditandai munculnya karakteristik seks sekunder dan kemampuan reproduksi  seksual didapat. Selama pubertas, terjadi percepatan pertumbuhan linier karena memanjangnya tulang-tulang panjang. Pubertas dimulai pada usia sekitar 11 tahun pada anak perempuan dan 13 belas pada ank laki-laki, dan berlangsung beberapa tahun pada kedua jenis kelamin.

Adatiga macam masa pubertas :

  • Early adolescence                   11-14 years
  • Middle adolescence                15-17 years
  • Late adolescence                     18-21 years

Terminologi pubertas :

  • Adrenarche : Munculnya rambut pubis dan aksila pada laki-laki tanpa disertai tanda-tanda virilisasi atau pubertas yang lain.
  • Thelarche : Pembesaran payudara pada perempuan yang bersifat menetap dan  dapat berupa universal dan bilateral dimulai pada saat pubertas.
  • Pubarche : saat mulainya pubertas, ditandai dengan pertumbuhan rambut kemaluan.
  • Menarche : Timbulnya haid pada anak-anak tanpa disertai tanda-tanda peningkatan estrogen yang lain.

Perkembangan pada Remaja Selama Pubertas

  1. Perkembangan fisik 
    Perubahan dramatis dalam bentuk dan ciri-ciri fisik berhubungan erat dengan mulainya pubertas. Aktivitas kelenjar pituitari pada saat ini berakibat dalam sekresi hormon yang meningkat, dengan efek fisiologis yang tersebar luas. Hormon pertumbuhan memproduksi dorongan pertumbuhan yang cepat, yang membawa tubuh mendekati tinggi dan berat dewasanya dalam sekitar dua tahun. Dorongan pertumbuhan terjadi lebih awal pada pria dari pada wanita, juga menandakan bahwa wanita lebih dahulu matang secara seksual dari pada pria. Pencapaian kematangan seksual pada gadis remaja ditandai oleh kehadiran menstruasi dan pada pria ditandai oleh produksi semen. Hormon-hormon utama yang mengatur perubahan ini adalah androgen pada pria dan estrogen pada wanita, zat-zat yang juga dihubungkan dengan penampilan ciri-ciri seksual sekunder: rambut wajah, tubuh, dan kelamin dan suara yang mendalam pada pria; rambut tubuh dan kelamin, pembesaran payudara, dan pinggul lebih lebar pada wanita. Perubahan fisik dapat berhubungan dengan penyesuaian psikologis; beberapa studi menganjurkan bahwa individu yang menjadi dewasa di usia dini lebih baik dalam menyesuaikan diri daripada rekan-rekan mereka yang menjadi dewasa lebih lambat.
  2. Perkembangan intelektual  
    Tidak ada perubahan dramatis dalam fungsi intelektual selama masa remaja. Kemampuan untuk mengerti masalah-masalah kompleks berkembang secara bertahap. Psikolog Perancis Jean Piaget menentukan bahwa masa remaja adalah awal tahap pikiran formal operasional, yang mungkin dapat dicirikan sebagai pemikiran yang melibatkan logika pengurangan/deduksi. Piaget beranggapan bahwa tahap ini terjadi di antara semua orang tanpa memandang pendidikan dan pengalaman terkait mereka. Namun bukti riset tidak mendukung hipotesis ini; bukti itu menunjukkan bahwa kemampuan remaja untuk menyelesaikan masalah kompleks adalah fungsi dari proses belajar dan pendidikan yang terkumpul.
  3. Perkembangan seksual        
    Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas bertanggung-jawab atas munculnya dorongan seks. Pemuasan dorongan seks masih dipersulit dengan banyaknya tabu sosial, sekaligus juga kekurangan pengetahuan yang benar tentang seksualitas. Namun sejak tahun 1960-an, aktivitas seksual telah meningkat di antara remaja; studi akhir menunjukkan bahwa hampir 50 persen remaja di bawah usia 15 dan 75 persen di bawah usia 19 melaporkan telah melakukan hubungan seks. Terlepas dari keterlibatan mereka dalam aktivitas seksual, beberapa remaja tidak tertarik pada, atau tahu tentang, metode Keluarga Berencana atau gejala-gejala Penyakit Menular Seksual (PMS). Akibatnya, angka kelahiran tidak sah dan timbulnya penyakit kelamin kian meningkat.
  4. Perkembangan emosional   
    Psikolog Amerika G. Stanley Hall mengatakan bahwa masa remaja adalah masa stres emosional, yang timbul dari perubahan fisik yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu pubertas. Psikolog Amerika kelahiran Jerman Erik Erikson memandang perkembangan sebagai proses psikososial yang terjadi seumur hidup. Tugas psikososial remaja adalah untuk tumbuh dari orang yang tergantung menjadi orang yang tidak tergantung, yang identitasnya memungkinkan orang tersebut berhubungan dengan lainnya dalam gaya dewasa. Kehadiran problem emosional bervariasi antara setiap remaja.

 

TIME OF PUBERTY

Garis perkembangan terjadi dalam tiga periode, remaja awal, tengah, dan akhir. Variasi individu adalah besar. Jenis kelamin dan subkultur mempengaruhi jalannya perkembangan, seperti halnya stresor fisik dan sosial seperti cerebral palsy atau alkoholisme orang tua.

  1. Remaja Awal
  • Perkembangan Biologis

Pada keadaan prapubertas, kadar steroid seks dalam sirkulasi tertekan oleh umpan balik negatif pada hipotalamus. Pubertas mulai dengan pengurangan hambatan hipotalamus dalam responnya terhadap faktor-faktor yang belum sepenuhnya dapat dimengerti.

Tanda pubertas pertama yang dapt dilihat pada anak perempuan adalah perkembangan tunas-tunas payudara, pertumbuhan rambut pubis yang dimulai pada usia 8 tahun. Tanda pertama pada anak laki-laki, pembesaran testis mulai usia 9,5 tahun. Pada anak perempuan dibawah pengaruh FSH (Folicle Stimulating Hormone)dan estrogen. Sedangkan pada anak laki-laki dibawah pengaruh LH (Luetinizing Hormone) dan testosteron.

  • Seksualitas

Ketertarikan terhadap seks meningkat pada masa pubertas awal. Ejakulasi biasanya saat masturbasi dan secara spontan pada waktu tidur. Beberapa anak laki-laki cemas bahwa mimpi basah merupakan tanda-tanda infeksi. Pada remaja awal kadang-kadang melakukan masturbasi secara sosial, eksplorasi seksual bersama bukan spenuhnya merupakan tanda-tanda homoseksualitas. Pada usia 13 tahun, 5 % dari anak perempuan dan dari 20% dari anak laki-laki telah melakukan hubungan seks. Hubungan antara perubahan hormonal dan keterkaitan serta aktivitas seksual adalah kontroversial.

  • Perkembangan Kognitif dan Moral

Dalam teori Piaget, remaja menandai peralihan dari karakteristik pemikiran operasional anak usia sekolah yang nyata ke perbuatan logis yang formal. Pekembangan pemikiran moral secara kasar sejajar dengan perkembangan kognitif.

  • Konsep Diri

Kesadaran diri pada masa remaja meningkat secara eksponen dalam tanggapan terhadap transformasi somatis pubertas. Kesadaran diri pada usia ini cenderung untuk memusatkan pada karakteristik luar yang berbeda dengan introspeksi pada remaja akhir. Gangguan citra tubuh yang serius, seperti anoreksia nervosa juga cenderung muncul pada usia ini. Masa pubertas meningkatkan harga diri pada anak laki-laki, tetapi melemahkan pada anak perempuan karena kedua jenis kelamin tersebut menerima aturan-aturan gender dalam kekuasaan dan kehormatan.

  • Hubungan dengan keluarga, Teman Sebaya, dan Masyarakat

Pada awal remaja, kecenderungan kearah pemisahan dari keluarga dan peningkatan keterlibatan dalam percepatan aktivitas kelompok sebaya. Kebanyakan remaja melanjutkan usahanya untuk membahagiakan orang tuanya. Hubungan remaja muda terhadap masyarakat berpusat pada sekolah. Perubahan dalam struktur sekolah memperkuat perubahan-perubahan yang terkandung dalam pemisahan dengan keluarga.

2. Remaja Pertengahan

  • Perkembangan Biologis

Puncak kecepatan pertumbuhan remaja pertengahan pada anak perempuan saat usia 11,5 tahun. Dengan kecepatan tertinggi 8,5 cm pertahun dan melambat pada usia 16 tahun. Sedangkan pada laki-laki puncaknya saat usia 13,5 tahun dengan 9,5 cm pertahun kemudian melambat pada usia 18 tahun.

  • Seksualitas

Tingkat aktivitas seksual sangat bervariasi. Pada usai 16 tahun, sekitar 30% anak perempuan dan 45 % anak laki-laki telah melakukan hubungan seksual, 17% melakukan petting dan kurang lebih 22% berciuman sebagai satu0satunya perilaku seksual.

  • Perkembangan Kognitif dan Moral

Dengan peralihan kepemikiran operasional formal, remaja pertengahan bertanya dan menganalisis secara luas. Pertanyaan atas kebiasaan moral mendorong perkembangan aturan etika perseorangan.

  • Konsep Diri

Pada masa ini, remaja pertengahan sering bereksperimen dengan berbagai orang, berganti gaya pakaian, kelompok teman, dan minat dari bulan ke bulan.

  • Hubungan dengan Keluarga, Teman Sebaya, dan Masyarakat

Pada masa ini biasanya terjadi ketegangan hubungan antara renaj dan orang tua. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perubahan arah emosional dan energi seksual ke arah hubungan dengan sebyanya.

3. Remaja Akhir

  • Perkembangan Biologis

Dalam masa ini terjadi perkembangan payudara, penis, dan rambut pubis terjaadi pada usia 17-18 tahun. Perunahan-perubahan kecil dalam penyebaran rambut seringkali berlanjut beberapa tahun pada laki-laki termasuk pertumbuhan rambut ketiak, dada, dan wajah.

  • Perkembangan Psikososial

Perubahan-perubahan fisik yang lambat, memungkinkan kesan tubuh yang lebih mantap. Keputusan atas karir menjadi menekan karena konsep diri remaja semakin terikat pada peran-peran yang muncul dalam masyarakat (sebagai pelajar, pekerja, atau orang tua).

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN REMAJA                                              

  1. Keluarga

Keluarga sangat berperan penting dalam mempengaruhi tumbuh kembang remaja. Dimana orang tua akan mengarahkan anaknya untuk hal-hal yang positif. Di salah satu study di Amerika para ilmuan telah meneliti bagaimana seorang tua mensejahterakan keluarganya dengan pendapatan yang minimal serta bertukar pikiran, bercerita, dan berbicara dengan anaknya mempunyai dampak yang amat membanggakan yaitu berhubungan dengan peningkatan nilai IQ anak yang sangat drastis. Sebagai seorang orang tua mereka seharusnya memberikan beberapa pendidikan seperti : Pendidikan Agama, Pendidikan Moral, Pendidikan Seksual.

2. Nutrisi

Dalam proses perkembangan nutrisi sangat berpengaruh dalam pencapaian maturitas organ, misalkan untuk tumbuh kembang seks kelamin sekunder dibutuhkan beberapa nutrisi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Apabila kita kekurangan dari lima macam nutrisi di atas maka akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang remaja. Jumlah nutrien dalam makanan harus cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan energi dan sintesis sel.

  1. Etnik dan Budaya

Kebudayaan merupakan salah satu hal yang sangat berpengaruh terhadap tumbuh kemabang remaja, misalnya budaya barat dengan budaya timur. Di mana budaya timur sangat terkenal dengan kesopanan, keramahan, dan tutur kata yang halus. Hal ini akan memberikan efek yang positif bagi remaja dalam menjalani proses perkembangan, penemuan jati diri mereka yang positif pula. Sebaliknya, budaya barat mengajarkan tentang seks bebas, berpakaian yang kurang sopan, minum-minuman yang mana ini semua akan berpengaruh terhadap tingkah laku remaja yang menyimpang.

  1. Pola Hidup

Aktivitas Fisik (misal olahraga)

  • Membantu Proses Pelepasan growth hormone

Produksi growth hormone dipengaruhi oleh beberapa faktor mencakup olahraga, stres, nutrisi, tidur, dan growth hormone itu sendiri. Kontrol yang paling utama dari pelepasan growth hormone adalah 2 hormon peptida hipotalamus, yaitu GHRH (growth hormone releasing hormone), yang menstimulasi sintesis dan sekresi growth hormone, dan somatostatin untuk menghambat pelepasan GH dalam memberikan respon kepada GHRH serta stimulasi lain seperti rendahnya konsentrasi gula darah. Sekresi GH juga melibatkan bagian lengkung umpan balik negatif yang melibatkan IGF-1(insulin-like growth factor-1). Tingginya level IGF-1 dalam darah mengarah pada penurunan sekresi GH tidak hanya dengan menekan secara langsung lactotroph, tetapi juga menstimulasi pelepasan somatostatin dari hipotalamus. GH juga memberikan umpan balik penghambatan sekresi GHRH dan kemungkinan mempunyai efek inhibitor secara langsung (autkrin) dalam sekresi dari lactotroph. Integrasi semua faktor yang berpengaruh pada sintesis hormon pertumbuhan dan sekresi yang memicu pada pola lonjakan pelepasan hormon. Konsentrasi basal GH dalam darah sangat rendah. Pada anak-anak dan dewasa muda, periode paling intes dalam pelepasan hormone pertumbuhan itu sejenak setelah terjadinya tidur dalam.

  • Mengurangi Risiko Penyakit Metabolik

Dengan adanya aktivitas fisik seperti olahraga maka akan mengurangi risiko penyakit-penyakit metabolik seperti, diabetes mellitus, obesitas.

Leave a comment »

Pendekatan Klinis Demam


Menurut kamus saku kedokteran Dorland edisi 25, demam atau pireksia; peningkatan temperatur tubuh di atas normal (98,60 F atau 370 C); setiap penyakit yang ditandai oleh peningkatan suhu tubuh. Suhu tubuh normal berkisar antara 36,50 – 37,20 C. Suhu subnormal dibawah 360 C. Dengan demam pada umumnya diartikan suhu tubuh diatas 37,20 C. hiperpireksia adalah suatu keadaann kenaikan suhu tubuh setinggi 41,20 C atau lebih, sedangkan hipotermia adalah keadaan suhu tubuh dibawah 350 C. Suhu pasien biasanya diukur dengan thermometer air raksa. Tempat pengambilan suhu dapat di aksila, oral atau rektum. Biasanya terdapat perbedaan antara pengukuran suhu di aksila, oral maupun rectal. Dalam keadaan biasa perbedaan ini berkisar 0,50 C; suhu rektal lebih tinggi daripada suhu oral.

Dalam beberapa keadaan diperlukan pengukuran suhu yang lebih akurat seperti pada pasien yang banyak berkeringat atau dengan frekuensi pernapasan yang tinggi. Pada keadaan tersebut, lebih baik diukur suhu rektal karena perbedaan yang mungkin didapatkan pada pengukuran suhu di berbagai tempat dapat mencapai 2-30 C. Demam pada mamalia dapat member petunjuk bahwa pada temperature 390 C, produksi antibody dan proliferasi sel limfosit-T meningkat menjadi 20 kali dibanding dengan keadaan pada temperatur normal (370 C). Dalam evolusi kehidupan, tubuh telah mengembangkan suatu system pertahanan yang cukup ampuh terhadap infeksi dan peninggian suhu badan memberikan suatu peluang kerja yang optimal untuk system pertahanan tubuh. Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah protein yang identik dengan interleukin-1 (IL-1). Didalam hipotalamus, zat ini merangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang berlangsung dapat menyebabkan suatu pireksia.

Pengaruh pengaturan otonom akan mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi perifer sehingga pengeluaran (dissipation) panas menurun dan pasien merasa demam. Suhu badan dapat bertambah tinggi lagi karena meningkatnya aktivitas metabolisme yang juga mengakibatkan penambahan produksi panas dan karena kurang adekuat penyalurannya ke permukaan maka rasa demam bertambah pada seorang pasien.

Beberapa  tipe demam;

Demam Septik

Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yan tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.

Demam Remiten

pada demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septic.

Demam Intermiten

Pada tipe demam intemiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam dalam 1 hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut tersiana dan apabila terjadi dua hari bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.

Demam Kontinyu

Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berada lebih dari sati derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

Demam Siklik

Pada demam tipe siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

Suatu tipe demam kadang-kadang dapat dihubungkan dengan suatu penyakit tertentu, misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat duhubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Seperti misalnya : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing atau malaria; tetapi kadang- kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan dengan suatu sebab yang jelas. Bila demam disertai keadaan seperti sakit otot, rasa lemas, tidak nafsu makan, dan mungkin ada pilek, batuk dan tenggorok sakit, biasanya digolongkan sebagai influenza atau common cold. Dalam praktek, 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influenza atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti bahwa kita tidak harus waspada terhadap suatu infeksi bakterial.

Kausa demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, karena keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat. Adanya gangguan pada pusat regulasi suhu sentral dapat menyebabkan peninggian temperature seperti pada heat stroke, perdarahan otak, koma atau gangguan sentral lainnya. Pada perdarahan internal pada saat terjadinya reabsorpsi darah dapat pula menyebabkan peningkatan temperature. Dalam praktek perlu diketahui penyakit- penyakit infeksi yang endemic di lingkungan tempat tinggal pasien, dan mengenai kemungkinan infeksi import dapat dinetralisasi dengan pertanyaan apakah pasien baru pulang dari suatu perjalanan dari daerah mana dan tempat apa saja yang pernah dikunjunginya. Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam perlu dilakukan antara lain, ketelitian pengambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisis yang seteliti mungkin, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium serta penunjang lainnya secara tepat dan holistik.

DEMAM BELUM TERDIAGNOSIS

Demam belum terdiagnosis diartikan sebagai suatu keadaan dimana seorang pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dengan suhu badan diatas 38,30 C dan tetap belum ditemukan penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan penunjang lainnya.

Keadaan yang digunakan untuk ini antara lain: febris et causa ignota, fever of abscure origin, fever of undetermined origin dan fever of undiagnosed origin (FUO). Penyebab FUO sesuai golongan penyakitnya antara lain; infeksi (40%), neoplasma (20%), penyakit kolagen (20%), penyakit lain (10%), dan yang tidak diketahui sebabnya (10%). Fever of unknown origin (FUO) dapat dibagi dalam 4 kelompok:

FUO Klasik

Penderita telah diperiksa di rumah sakit atau klinik selama 3 hari berturut-turut tanpa dapat ditetapkan penyebab demam. Definisi lain yang juga digunakan adalah demam untuk lebih dari 3 minggu dimana telah diusahakan diagnostik non invasive maupun invasif selama satu minggu tanpa hasil yang dapat menetapkan penyebab demam.

FUO Nosokomial

Penderita yang pada permulaan dirawat tanpa infeksi di rumah sakit dan kemudian menderita demam >38,30 C dan sudah diperiksa secara intensif untuk menentukan penyebab demam tanpa hasil yang jelas.

FUO Neutropenik

Penderita yang memiliki hitung jenis neutrofil <500 μL dengan demam >38,30 C dan sudah diusahakan pemeriksaan intensif selama 3 hari tanpa hasil yang jelas.

FUO HIV

Penderita HIV yang menderita demam >38,30 C selama 4 minggu pada rawat jalan tanpa dapat menentukan penyebabnya atau pada penderita yang dirawat di RS yang mengalami demam selama lebih dari 3 hari dan telah dilakukan pemeriksaan tanpa hasil yang jelas.

Sebelum meningkat ke pemeriksaan-pemeriksaan yang mutakhir, yang siap tersedia untuk digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi, atau scaning, masih dapat diperiksa beberapa uji coba darah, pembiakan kuman dari cairan tubuh/ lesi permukaan sinar tembus rutin.

Dalam tahap berikutnya dapat dipikirkan untuk membuat diagnosis dengan lebih pasti melalui biopsi pada tepat-tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan seperti angiografi, aortografi, atau limfangiografi.

DAFTAR PUSTAKA

  • Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006
  • Dambro MR. Griffith’s 5-minute clinical consult. philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2006
  • Kasper DL,ed.et al. Horrison’s principles of internal medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill. 2005
  • Alan R. Gina M. Approach to the Adult Patient with Fever of Unknown Origin. http://www.aafp.org/afp/2003/1201/p2223.html

 

Leave a comment »

Tumbuh Kembang Anak


Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan

  1. Pengertuan Pertumbuhan dan Perkembangan
  • Makna pertumbuhan :

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, dan fungsi tingkat sel, organ maupun individu, yang diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, m), umur tulang dan keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Menurut Jelliffe D.B (1989) pertumbuhan adalah peningkatan secara bertahap dari tubuh, oegan, dan jaringan dari masa konsepsi sampai remaja.

Bukti mennjukkan bahwa kecepatan dari pertumbuhan berbeda setiap tahapan kehidupan karena dipengaruhi oleh kompleksitas dan ukuran dari organ serta rasio otot dengan lemak tubuh. Kecepatan pertumbuhan pada saat pubertas sangat cepar dalam hal tinggi badan yang ditandai dengan perubahan otot, lemak, dan perkembangan organ yang diikuti oleh kematangan hormone seks.

  • Makna perkembangan:

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagi hasil proses pematangan. Ada pula yang mendefinisikan bahwa perkembangan adalah penampilan kemampuan (skill) yang diakibatkan oleh kematangan sistem saraf pusat, khususnya di otak. Mengukur perkembangan tidak dapat menggunakan antropometri, tetapi seperti telah disebutkan diatas bahwa pada anak yang sehat perkembangan searah (paralel) dengan pertumbuhannya.

Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsi didalamnya termasuk pula perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.

  • Jenis Pertumbuhan

Jenis pertumbuhan dapat dibedakan menjadi 2,yaitu :

1. Pertumbuhan linier

Bentuk dari pertumbuhan linier adalah ukuran yang berhubungan dengan openjang. Contoh : panjang badan, lingkar dada, dan lingkar kepala. Ukuran linier yang rendah biasanya menunjukan keadaan gizi yang kurang akibat kekurangn energi dan prtein yang diderita waktu lampau. Ukuran linier yang paling sering digunakan adalah tinggi atau panjang badan.

2. Pertumbuhan Massa Jaringan

Bentuk  dari pertumbuhn jaringan adalah massa tubuh. Contohnya : berat badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak bawah kulit. Apabila ukuran ini rendah atau kecil, menunjukan keadaan gizi yang kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita waktu pengukuran dilakukan. Ukuran massa jaringan yang paling sering digunakan adalah berat badan.

  1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan perkembangan.

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu:

  1. Faktor heredekonstitusionil

Gen yang terdapat di dalam nukleus dari telur yang dibuahi pada masa embrio mempunyai sifat tersendiri pada tiap individu. Manifestasi hasil perbedaan antara gen ini dikenal sebagai hereditas. DNA yang membentuk gen mempunyai peranan penting dalam transmisi sifat-sifat herediter. Timbulnya kelainan familial, kelainan khusus tertentu, tipe tertentu dari dwarfism adalah akibat transmisi gen yang abnormal. Peranan genetik pada sifat perkembangan mental masih merupakan hal yang diperdebatkan.

    1. Faktor genetis

Tidak semua orang mempunyai panjang/tinggi badan yang sama. Kemampuan untuk menjadi panjang atau pendek diturunkan menurut ketentuan tertentu, sehingga anak yang tinggi biasanya berasal dari orang tua yang tinggi pula.

    1. Hormon yang mempengaruhi pertumbuhan

à Hormon pertumbuhan hipofisis mempengaruhi pertumbuhan jumlah sel tulang.

  • Hormon tiroid yang mempengaruhi pertumbuhan dan kematangan tulang.
  • Hormon kelamin pria di testis dan kelenjar suprarenalis dan pada wanita di kelenjar suprarenalis, merangsang pertumbuhan selama jangka waktu yang tidak lama. Di samping itu hormon tersebut juga merangsang pematangan tulang sehingga pada suatu waktu pertumbuhan berhenti. Hormon ini bekerja terutama pada pertumbuhan cepat selama masa akil balik.

Perubahan tubuh pada masa akil balik berlangsung karena pengaruh hormon kelamin dan hipofisis. Pada permulaan akil balik terdapat penambahan berat badan yang mencolok disertai dengan penambahan panjang badan. Pada anak wanita terdapat pembesaran uterus, ovarium, vagina pada umur 8-10 tahun. Organ-organ ini mencapai kedewasaan pada umur 18-20 tahun. Pertumbuhan kelamin sekunder dimulai dengan membesarnya payudara yang didahului oleh pembesaran dan pigmentasi puting dan areola mamae. Bersamaan dengan ini pinggul menjadi lebar karena tulangnya menjadi lebar. Satu tahun kemudian terdapat pertumbuhan rambut di daerah pubis, setengah tahun kemudian terdapat pertumbuhan rambut di ketiak. Pada waktu ini terjadi menstruasi pertama, yang di negeri maju dimulai pada umur kira-kira 13 ½ tahun. Menstruasi ini berlangsung tidak teratur pada tahun pertama, tetapi kemudian menjadi teratur pada umur 16-18 tahun. Pada anak pria, permulaan akil balik ditandai dengan pembesaran penis, testis dan scrotum. Pertumbuhan berupa pigmentasi dan kerut-kerutan juga terjadi pada scrotum. Ejakulasi terjadi pada umur kira-kira 15-16 tahun. Tidak lama sesudah pembesaran organ kelamin, terdapat pertumbuhan rambut di pubis, ketiak, kumis, janggut. Kemudian terdapat perubahan suara. Muka menjadi lebih jelas, bahu menjadi lebar dan terdapat penambahan jumlah dan kekuatan otot-otot. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa anak pria pada umur 18-20 tahun jasmaninya telah meningkat. Seluruh perkembangan gejala akil balik berlangsung menurut norma tertentu, walaupun juga terdapat perbedaan kecepatan antara anak yang satu dibandingkan dengan anak yang lain. Hal ini disebabkan oleh faktor keturunan, beberapa hormon, makanan dan adanya hambatan oleh penyakit. Gejala yang tidak sama untuk seluruh dunia ialah bahwa rata-rata manusia sekarang lebih cepat mengalami akil balik dan menjadi lebih tinggi. Hal ini akan mengakibatkan masalah bagi remaja maupun orang tuanya.

c. Jenis kelamin. Pada umur tertentu pria dan wanita sangat berbeda dalam ukuran besar, kecepatan tumbuh, proporsi jasmani dan lain-lainnya sehingga memerlukan ukuran-ukuran normal tersendiri. Wanita menjadi dewasa lebih dini, yaitu mulai adolesensi pada umur 10 tahun, sedangkan pria mulai pada umur 12 tahun.

d.  Ras atau bangsa.

Oleh beberapa ahli antropologi disebutkan bahwa ras kuning mempunyai hereditas lebih pendek dibandingkan dengan ras kulit putih. Perbedaan antar bangsa tampak juga bila kita bandingkan orang Skandinavia yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang Itali.

e. Keluarga à Tidak jarang dijumpai dalam suatu keluarga terdapat anggota keluarga yang pendek sedangkan anggota keluarga lainnya tinggi.

f. Umur à Kecepatan tumbuh yang paling besar ditemukan pada masa fetus, masa bayi dan masa adolesensi.

2. Faktor Lingkungan

a. Faktor prenatal.

  • Gizi (defisiensi vitamin, iodium dan lain-lain).

Dengan menghilangkan vitamin tertentu dari dalam makanan binatang yang sedang hamil, Warkany menemukan kelainan pada anak binatang tersebut. Jenis kelainan tersebut dapat diduga sebelumnya dengan menghilangkan vitamin tertentu. Telah dibuktikan pula bahwa kurang makanan selama kehamilan dapat meningkatkan angka kelahiran mati dan kematian neonatal. Diketahui pula bahwa pada ibu dengan keadaan gizi yang jelek tidak dapat terjadi konsepsi. Hal ini disinggung pula oleh Warkany dengan mengatakan The most serious congenital malformation is never to be conceived at all.

  • Mekanis (pita amniotik, ektopia, posisi fetus yang abnormal, trauma, oligohidrmnion).

Faktor mekanis seperti posisi fetus yang abnormal dan oligohidramnion dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti clubfoot, mikrognatia dan kaki bengkok. Kelainan ini tidak terlalu berat karena mungkin terjadi pada masa kehidupan intrauterin akhir. Implantasi ovum yang salah, yang juga dianggap faktor mekanis dapat mengganggu gizi embrio dan berakibat gangguan pertumbuhan.

  • Toksin kimia (propiltiourasil, aminopterin, obat kontrasepsi dan lain-lain).

Telah lama diketahui bahwa obat-obatan tersebut dapat menimbulkan kelainan seperti misalnya palatoskizis, hidrosefalus, disostosis kranial.

  • Bayi yang lahir dari ibu yang menderita diabetes melitus sering menunjukkan kelainan berupa makrosomia, kardiomegali dan hiperplasia adrenal.

Hiperplasia pulau Langerhans akan mengakibatkan hipoglikemia. Umur rata-rata ibu yang melahirkan anak mongoloid dan kelainan lain umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan umur ibu yang melahirkan anak normal. Ini mungkin disebabkan oleh kelainan beberapa endrokin dalam tubuh ibu yang meningkat pada umur lanjut, walaupun faktor lain yang bukan endokrin juga ikut berperan.

  • Radiasi (sinar Rontgen, radium dan lain-lain).

Pemakaian radium dan sinar Rontgen yang tidak mengikuti aturan dapat mengakibatkan kelainan pada fetus. Contoh kelainan yang pernah dilaporkan ialah mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas anggota gerak. Kelainan yang ditemukan akibat radiasi bom atom di Hiroshima pada fetus ialah mikrosefali, retardasi mental, kelainan kongenital mata dan jantung.

  • Infeksi (trimester I: rubela dan mungkin penyakit lain, trimester II dan berikutnya: toksoplasmosis, histoplasmosis, sifilis dan lain-lain).

Rubela (German measles) dan mungkin pula infeksi virus atau bakteri lainnya yang diderita oleh ibu pada waktu hamil muda dapat mengakibatkan kelainan pada fetus seperti katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi mental dan kelainan kongenital jantung. Lues kongenital merupakan contoh infeksi yang dapat menyerang fetus intrauterin sehingga terjadi gangguan pertumbuhan fisis dan mental. Toksoplasmosis pranatal dapat mengakibatkan makrosefali kongenital atau mikrosefali dan renitinitis.

  • Imunitas (eritroblastosis fetalis, kernicterus).

Keadaan ini timbul atas dasar adanya perbedaan golongan darah antara fetus dan ibu, sehingga ibu membentuk antibodi terhadap sel darah merah bayi yang kemudian melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah bayi yang akan mengakibatkan hemolisis. Akibat penghancuran sel darah merah bayi akan timbul anemia dan hiperbilirubinemia. Jaringan otak sangat peka terhadap hiperbilirubinemia ini dan dapat terjadi kerusakan.

  • Anoksia embrio (gangguan fungsi plasenta) Keadaan anoksia pada embrio dapat mengakibatkan pertumbuhannya terganggu.

b. Faktor pascanatal.

  1. Gizi (masukan makanan kualitatif dan kuantitatif) Termasuk dalam hal ini bahan pembangun tubuh yaitu protein, karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin.
  2. Penyakit (penyakit kronis dan kelainan kongenital) Beberapa penyakit kronis seperti glomerulonefritis kronik, tuberkulosis paru dan penyakit seliak dapat mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani. Hal yang sama juga dapat terjadi pada penderita kelainan jantung bawaan.
  3. Keadaan sosial-ekonomi. Hal ini memegang peranan penting dalam pertumbuhan anak. Jelas dapat terlihat pada ukuran bayi yang lahir dari golongan orang tua dengan keadaan sosial-ekonomi yang kurang, yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi dari keluarga dengan sosial-ekonomi yang cukup.
  4. Musim. Di negeri yang mempunyai 4 musim terdapat perbedaan kecepatan tumbuh berat badan dan tinggi. Pertambahan tinggi terbesar pada musim semi dan paling rendah pada musim gugur. Sebaliknya penambahan berat badan terbesar terjadi pada musim gugur dan terkecil pada musim semi.
  5. Lain-lain. Banyak faktor lain yang ikut berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, antara lain pengawasan medis, perbaikan sanitasi, pendidikan, faktor psikologi dan lain-lain.

Daftar Pustaka

  • Supariasa, IDN. Bakri, B. Fajar, I. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. 2002.p34-5,187
  • Nelson Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC

1 Comment »

Mekanisme Siklus Jantung


Anatomi Jantung

Jantung adalah organ berotot yang berongga dan berbentuk kerucut. Jantumg terletak di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum (tulang dada) disebelah anterior dan vertebra (tulang punggung) di sebelah posterior. Jantung memiliki pangkal yang lebar di sebelah atas dan meruncing membentuk ujung yang disebut apeks di dasar.

Proses Mekanisme siklus jantung

Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan diastole (relaksasi dan pengisian jantung). Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastole yang terpisah. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi ke seluruh jantung, sedangkan relaksasi timbul satelah repolarisasi otot jantung.

Selama diastole ventrikel dini, atrium juga masih berada dalam keadaan distol. Karena aliran darah masuk secara kontinu dari system vena ke dalam atrium, tekanan atrium sedikit melebihi tekanan ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Karena perbedaan tekanan ini, katup AV terbuka, dan darah mengalir mengalir langsung dari atrium ke dalam ventrikel selama diastole ventrikel. Akibatnya, volume ventrikel perlaha-lahan meningkat bahkan sebelum atrium berkontraksi. Pada akhir diastol ventrikel, nodus SA mencapai ambang dan membentuk potensial aksi. Impuls menyebar keseluruh atrium. Depolarisasi atrium menimbulkan kontraksi atrium, yang memeras lebih banyak darah ke dalam ventrikel, sehingga terjadi peningkatan kurva tekanan atrium. Peningkatan tekanna ventrikel yang menyertai berlangsung bersamaan dengan peningkatan tekanan atrium disebabkan oleh penambahan volume darah ke ventrikel oleh kontraksi atrium. Selam kontraksi atrium, tekanan atrium tetap sedikit lebih tinggi daripada tekanan ventrikel, sehingga katup AV tetap terbuka.

Diastol ventrikel berakhir pada awal kontraksi ventrikel. Pada saat ini, kontraksi atrium dan pengisian ventrikel telah selesai. Volume darah di ventrikel pada akhir diastol dikenal sebagai volume diastolik akhir(end diastilic volume,EDV), yang besarnya sekitar 135 ml. Selama sikluus ini tidak ada lagi darah yang ditambahkan ke ventrikel. Dengan demikian, volume diastolik akhir adalah jumlah darah maksimum yang akan dikandung ventrikel selama siklus ini.

Setelah eksitasi atrium, impuls berjalan melalui nodus AV dan sistem penghantar khusus untuk merangsang ventrikel. Secara simultan, terjadi kontraksi atrium. Pada saat pengaktifan ventrikel terjadi, kontraksi atrium telah selesai. Ketika kontraksi ventrikel dimulai, tekanan ventrikel segera melebihi tekanan atrium. Perbedaan yang terbalik ini mendorong katup AV ini menutup.

Setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan atrium dan katup AV telah tertutup,tekanan ventrikel harus terus meningkat sebelum tekanan tersebut dapat melebihi tekanan aorta. Dengan demikian, terdapat periode waktu singkat antara penutupan katup AV dan pembukakan katup aorta pada saat ventrikel menjadi bilik tetutup. Karena semua katup tertutup, tidak ada darah yang masuk atau keluar ventrikel selama waktu ini. Interval waktu ini disebut sebagai kontraksi ventrikel isovolumetrik (isovolumetric berarti volume dan panjang konstan). Karena tidak ada darah yang masuk atau keluar ventrikel, volume bilik ventrikel tetap dan panjang serat-serat otot juga tetap. Selama periode kontraksi ventrikel isovolumetrik, tekanan ventrikel terus meningkat karena volume tetap.

Pada saat tekanan ventrikel  melebihi tekanan aorta, kautp aorta dipaksa membuka dan darah mulai menyemprot. Kurva tekanan aorta meningkat ketiak darah dipaksa berpindah dari ventrikel ke dalam aorta lebih cepat daripada darah mengalir pembuluh-pembuluh yang lebih kecil. Volume ventrikel berkurangs secara drastis sewaktu darah dengan cepat dipompa keluar. Sistol ventrikel mencakup periode kontraksi isovolumetrik dan fase ejeksi (penyemprotan) ventrikel.

Ventrikel tidak mengosongkan diri secara sempurna selam penyemprotan. Dallam keadaan normal hanya sekitar separuh dari jumlah darah yang terkandung di dalam ventrikell pada akhir diastol dipompa keluar selama sistol. Jumlah darah yang tersisa di ventrikel pada akhir sistol ketika fase ejeksi usai disebut volume sistolik akhir (end sistolik volume,ESV), yang jumlah besarnya sekitar 65 ml. Ini adalah jumlah darah paling sedikit yang terdapat di dalam ventrikel selama siklus ini.

Jumlah darah yang dipompa keluar dari setiap ventrikel pada setiap kontraksi dikenal sebagai volume /isi sekuncup (stroke volume,SV); SV setara dengan vvolume diastolik  akhir dikurangi volume sistolik akhir; dengan kata lain perbedaan antara volume darah di ventrikel sebelum kontraksi dan setelah kontraksi adalah jumlah darah yang disemprotkan selama kontraksi.

Ketika ventrikel mulai berelaksasi karena repolarisasi, tekanan ventrikel turun dibawah tekanan aorta dan katup aorta menutup. Penutupan katup aorta menimbulkan gangguan atau takik pada kurva tekanan aorta yang dikenal sebagai takik dikrotik (dikrotik notch). Tidak ada lagi darah yang keluar dari ventrikel selama siklus ini karena katup aorta telah tertutup. Namun katup AV belum terbuka karena tekanan ventrikel masih lebih tinggi dari daripada tekanan atrium. Dengan demikian semua katup sekali lagi tertutup dalam waktu singkat yang disebut relaksasi ventrikel isovolumetrik. Panjang serat otot dan volume bilik tidak berubah. Tidak ada darah yang masuk atau keluar seiring dengan relaksasi ventrikel dan tekanan terus turun. Ketika tekanan ventrikel turun dibawah tekanan atrium, katup AV membuka dan pengisian ventrikel terjadi kembali. Diastol ventrikel mencakup periode ralaksasi isovolumetrik dan fase pengisian ventrikel.

Repolarisasi atrium dan depolarisasi ventrikel terjadi secara bersamaan, sehingga atrium berada dalam diastol sepanjang sistol ventrikel. Darah terus mengalir dari vena pulmonalis ke dalam atrium kiri. Karena darah yeng masuk ini terkumpul dalam atrium, tekanan atrium terus meningkat. Ketika katup AV terbuka pada akhir sisitl ventrikel, darah yang terkumpul di atrium selama sistol ventrikel dengan cepat mengalir ke ventrikel. Dengn demikian, mula-mula pengisian ventrikel berlangsung cepat karena peningkatan tekanan atrium akibat penimbunan darah di atrium. Kemudian pengisian ventrikel melambat karena darah yang tertimbun tersebut telah disalurkan ke ventrikel, dan tekanan atrium mulai turun. Selama periode penurunan pengisian ini, darah terus mengalir dari vena-vena pulmonalis ke dalam atrium kiri dan melalui katup AV yang terbuka ke dalam ventrikel kiri. Selama diastol ventrikel tahap akhir, sewaktu pengisian ventrikel berlangsung lambat, nodus SA kembali mengeluarkan potensial aksi dan siklus jantung dimulai kembali.

Daftar Pustaka

7 Comments »

HEMOFILIA


Hemofilia merupakan penyakit atau gangguan perdarahan yang bersifat herediter akibat kekurangan faktor pembekuan VIII dan IX.

Penurunan Sifat

Hemofilia diturunakan secara X-linked resesif. Gen untuk faktor VIII dan IX terletak pada ujung lengan panjang (q) kromosom X (region Xq2.6). gen ini sangat besar dan terdiri dari 26 ekson. Protein factor VIII meliputi region rangkap tiga A1, A2, A3 dengan homologi sebesar 30% antar mereka, suatu region rangkap dua C1, C2 dan suatu dominan B yang sangat terglikosilasi, yang dibuang pada factor VIII diaktifkan oleh thrombin.

Defeknya adalah tidak ada atau rendahnya kadar faktor VIII plasma. Sekitar separuh dari pasien-pasien tersebut mengalami mutasi missense atau frameshift (geser) atau delesi dalam gen factor VIII. Pada yang lain, ditemukan inverse flip-tip yang khas, dengan gen faktor VIII yang rusak oleh suatu inverse pada ujung kromosom X. Mutasi ini menyebabkan bentuk klinis hemophilia A yang berat.

Jika seorang perempuan dengan pembawa sifat (carrier) gen hemofilia menikah dengan laki-laki normal maka kemungkinan anak yang akan dilahirkan dengan hemofilia adalah 25%, sedangkan anak sebagai pembawa sifat adalah 25%, dan anak tanpa hemofilia 50%.


Jika perempuan normal menikah dengan laki-laki penderita hemofilia maka kemungkinan anak yang dilahirkan adalah 50% sebagai pembawa sifat hemofilia, dan 50% tanpa hemofilia (normal).

Klasifikasi Hemofilia

Pada saat ini dikenal 2 bentuk hemofilia, yaitu hemophilia A, karena kekurangan faktor VIII (anti-hemophilic factor) dan hemophilia B, karena kekurangan faktor IX (Christmas factor).

Hemofilia A merupakan bentuk yang sering dijumpai, yaitu sebanyak 80-85% dengan angka kejadian diperkirakan sebanyak 30-100/106 dari populasi dunia. Dan sekitar 10-15% adalah hemofilia B.

Adapun klasifikasinya bergantung pada kadar faktor VIII dan faktor IX dalam plasma.

Gradasi (hemofilia A dan B) Kadar faktor pembekuan darah Episode perdarahan
Berat <1% Perdarahan spontan atau akibat trauma ringan
Sedang 1-5% Perdarahan terjadi karena trauma yang lebih berat
Ringan 5-30% Perdarahan akibat operasi ringan seperti cabut gigi, atau sirkumsisi

Diagnosis

Kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis hemofilia

  • Adanya kecenderungan terjadinya perdarahan yang sulit berhenti. Timbul kebiruan atau hematoma setelah trauma ringan, atau terjadinya hemarthrosis.
  • Riwayat keluarga; ada riwayat anggota keluarga yang memiliki gejala yang sama
  • Jumlah trombosit normal
  • Masa Perdarahan (Bleeding Time) normal
  • Masa pembekuan memanjang
  • Masa protrombin (protrombin time, PT) normal
  • Masa tromboplastin parsial memanjang (Activated Partial Thromboplastin Time, APTT)

Tatalaksana

Tatalaksana Awal

Jika terjadi perdarahan akut maka perlu dilakukan tindakan,

  • Immobilisasi, yaitu dengan meminta pasien untuk beristirahat (rest)
  • Mengompres perdarahan dengan es (ice)
  • Melakukan penekanan atau pembebatan (compress)
  • Meninggikan daerah perdarahan (elevasi)

Tindakan ini harus segera dilakukan terutama jika berada jauh dari pusat pengobatan. Selanjutnya dalam waktu 2 jam setelah perdarahan, penderita hemofilia sudah harus mendapatkan faktor pembekuan yang diperlukan.

Tatalaksana definitive

Adapun terapi yang diberikan untuk pasien dengan hemophilia adalah replacement therapy, yaitu mengganti faktor pembekuan yang diperlukan. Untuk hemofilia A diberikan faktor pembekuan VIII, sedangkan untuk hemofilia B diberikan faktor pembekuan IX.

Blood component replacement therapy
Factor VIII Factor IX

(Unit/mL)

(mL)

Fresh frozen plasma 0,5 ~0,6 200
Cryoprecipitate 4,0 20
Factor VIII concentrate 25-100 10
Factor IX concentrate 25-35 20

Dosis

Faktor VIII : 20-25 U/Kg setiap 12 jam

Faktor IX : 40-50 U/Kg setiap 24 jam

Dengan dosis rumatan (Loading dose) : 2 kali

Tabel kebutuhan faktor VIII sebagai acuan ketika terjadi perdarahan atau tindakan

Perdarahan/ tindakan Kadar faktor VIII (% dari normal)
Hemarthrosis ringan 15-20%
Hemarthrosis berat/ operasi kecil 20-40%
Operasi besar 60-80%
Perdarahan intracranial 100%

Komunikasi, Informasi, Edukasi

Perlu diberikan edukasi yang baik untuk pasien dengan hemofilia

  • Pasien dianjurkan mengkonsumsi makanan/ minuman yang bergizi untuk menghindari terjadinya obesitas, karena dapat meningkatkan tekanan/kompresi pada sendi sehingga risiko timbulnya perdarahan semakin besar.
  • Pasien hemofiilia tetap dapat melakukan olahraga untuk menjaga kesehatan tubuhnya. Tetapi tidak semua olahraga dapat dilakukan. Olahraga yang bisa dilakukan seperti berenang, mendayung, mendaki dengan catatan tetap melakukan replacement therapy sebelum melakukan olahraga. Sedangkan olehraga yang harus dihindari yaitu yang bersifat kontak fisik seperti bela diri, tinju, gulat, dan sepak bola.
  • Rajin melakukan pemeriksaan gigi dan gusi, untuk menghindari terjadinya infeksi
  • Menghindari penggunaan obat-obatan secara sembarangan. Karena pada obat tertentu dapat memperparah perdarahan yang terjadi. Obat-obatan yang harus dihindari seperti aspirin, obat anti radang non steroid, obat pengencer darah (heparin dan warfarin).
  • Memberikan informasi kepada pihak-pihak tertentu mengenai kondisi hemofilia yang dialami pasien, sehingga menghindari terjadinya risiko perdarahan akibat perlakuan orang sekitar terhadap pasien.
  • Memberikan lingkungan hidup yang mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan pasien dengan hemofilia. Pada dasarnya pasien ini tidak ada kelainan dalam tumbuh kembangnya, sehingga dengan lingkungan yang mendukung pasien dapat berprestasi sebagaimana orang yang normal.

Daftar Pustaka



Leave a comment »

HIPERSENSITIVITAS TIPE 1


Hipersensitivitas tipe 1 merupakan suatu respons jaringan yang terjadi secara cepat (secara khusus hanya dalam bilangan menit) stelah terjadi interaksi antaraalergen dengan antibody IgE yang sebelumnya berikatan pada permukaan sel mast dan basofil pada pejamu yang tersensitisasi. Bergantung pada jalan masuknya, hipersensitivitas tipe 1 dapat terjadi sebagai reaksi local yang benar-benar mengganggu (misalnya rhinitis alergi) atau sangat melemahkan (asma) atau dapat berpuncak pada suatu gangguan sistemik yang fatal (anafilaksis).

Urutan kejadian reaksi hipersensitivitas tipe 1 adalah sebagai berikut:

  • Fase sensitasi

Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE samapi diikatnya oleh reseptor spesifik (Fc-R) pada permukaan sel mast dan basofil

  • Fase aktivasi

Yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.

  • Fase efektor

Yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik

Banyak reaksi tipe 1 yang terlokalisasi mempunyai dua tahap yang dapat ditentukan secara jelas:

  • Respon awal, diatandai dengan vasodilatasi, kebocoran vascular, dan spesme otot polos, yang biasanya muncul dalam rentang waktu 5 hingga 30 menit stelah terpajan oleh allergen dan menghilang setelah 60 menit.
  • Reaksi fase lambat, yang muncul 2 hingga 8 jam kemudian dan berlangsung selama beberapa hari. Reaksi fase lambat ini ditandai dengan infiltrasi eosinofil serta sel radang akut dan kronis lainnya yang lebih hebat pada jaringan dan juga ditandai dengan penghancuran jaringan dalam bentuk kerusakan sel epitel mukosa.

Mediator Primer

Setelah pemicuan IgE,  mediator primer (praformasi) di dalam granula sel mast dilepaskan untuk memulai tahapan awal reaksi hipersensitivitas tipe 1. Histamin, yang merupakan mediator praformasi terpenting, menyebabkan meningkatnya permeabilitas vascular, vasodilatasi, bronkokonstriksi, dan meningkatnya sekresi mukus. Mediator lain yang segera dilepaskan meliputi adenosine (menyebabkan bronkokonstriksi dan menghambat agregasi trombosit) serta factor kemotaksis untuk neutrofil dan eosinofil. Mediator lain ditemukan dalam matriks granula dan meliputi heparin serta protease netral (misalnya triptase). Protease menghasilkan kinin dan memecah komponen komplemen untuk menghasilkan factor kemotaksis dan inflamasi tambahan (misalnya), C3a).

Mediator Sekunder

Mediator ini mencakup dua kelompok senyawa : mediator lipid dan sitokin. Mediator lipid dihasilkan melalui aktivasi fosfolipase A­­2, yang memecah fosolipid membrane sel mast untuk menghasilkan asam arakhidonat. Selanjutnya, asam arakhidonat merupakan senyawa induk untuk menyintesis leukotrien dan prostaglandin.

  • Leukotrien berasal dari hasil kerja 5-lipooksigenase pada precursor asam arakhidonat dan sangat penting dalam pathogenesis hipersensitivitas tipe 1. Leukotrien tipe C4 dan D4 merupakan vasoaktif dan spasmogenik yang dikenal paling poten; pada dasar molar, agen ini ada beberapa ribu kali lebih aktif daripada histamin dalam meningkatkan permeabilitas vaskular dan dalam menyebabkan kontraksi otot polos bronkus. Leukotrien B4 sangat kemotaktik untuk neutrofil, eosinofil dan monosit.
  • Prostaglandin D2 adalah mediator yang paling banyak dihasilkan oleh jalur siklooksigenasi dalam sel mast. Mediator ini menyebabkan bronkospasme hebat serta meningkatkan sekresi mucus.
  • Faktor pengaktivasi trombosit merupakan mediator sekunder lain, mengakibatkan agregasi trombosit, pelepasan histamin, dan bronkospasme. Mediator ini juga bersifat kemotaktik untuk neutrofil dan eosinofil. Meskipun produksinya diawali oleh aktivasi fosfolipase A2, mediator ini bukan produk metabolism asam arakhidonat.
  • Sitokin yang diproduksi oleh sel mast (TNF, IL-1, IL-4, IL-5, dan IL-6) dan kemokin berperan penting pada reaksi hipersensitivitas tipe 1 melalui kemampuannya merekrut dan mengaktivasi berbagai macam sel radang. TNF merupakan mediator yang sangat poten dalam adhesi, emigrasi, dan aktivasi leukosit. IL-4 juga merupakan faktor pertumbuhan sel mast dan diperlukan untuk mengendalikan sintesis IgE oleh sel B.

Manifestasi Klinis

Reaksi tipe 1 dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi local. Seringkali hal ini ditentukan oleh rute pajanan antigen. Emberian antigen protein atau obat (misalnya bias lebah atau penisilin) secara sistemik (parenteral) menimbulkan anafilaksis. Dalam beberapa menit stelah pajanan pada pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria (bintik merah dan bengkak), dan eritema kulit, diikuti kesulitan bernapas berat yang disebabkan oleh bronkokonstriksi paru dan diperkuat dengan hipersekresi mucus. Edema laring dapat memperberat persoalan dengan menyebabkan obstruksi saluran pernapasan bagian atas. Salian itu, otot semua saluran pencernaan dapat terserang, dan mengakibatkan vomitus, kaku perut dan diare. Tanpa intervensi segera, dapat terjadi vasodilatasi sistemik (syok anafilaksis), dan penderita dapat mengalami kegagalan sirkulasi dan kemtian dalam beberapa menit.

Reaksi local biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas pada tempat tertentu sesuai dengan jalur pemajannya, seperti kulit (kontak, menyebabkan urtikaria), traktus gastrointestinal (ingesti, menyebabkan diare), atau paru (inhalasi, menyebabkan bronkokonstriksi).

Kerentanan terhadap reaksi tipe 1 yang terlokalisasi dikendalikan secara genetic, dan istilah atopi digunakan untuk menunjukkan kecenderungan familial terhadap reaksi terlokalisasi tersebut. Pasien yang menderita alergi nasobronkial (seperti asma) seringkali mempunyai riwayat keluarga yang menderita kondisi serupa. Dasar genetic atopi belum dimengerti secara jelas; namun studi menganggap adanya suatu hubungan dengan gen sitokin pada kromosom 5q yang mengatur pengeluaran IgE dalam sirkulasi.

Daftar Pustaka

  • Kumar. Cotran. Robbins. Buku ajar patologi. Ed 7. Jakarta: EGC. 2007
  • Baratawidjaja KG. imunologi dasar. Ed 6. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2004
Leave a comment »

Neoplasia – Tumor


Secara harfiah neoplasia berarti pertumbuhan baru, dan pertumbuhan baru ini disebut neoplasma. Menurut Sir Rupert Wilis seorang onkolog dari Inggris, neoplasma adalah massa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan, tidak terkoordinasi dengan jaringan normal dan tumbuh terus menerus meskipun rangsang yang menimbulkannya/memulainya telah hilang.

Proliferasi neoplastik menimbulkan massa neoplasma menimbulkan pembengkakan/ benjolan pada jaringan tubuh, membentuk tumor. Istilah tumor mula-mula dipergunakan untuk pembengkakan oleh sembab jaringan atau perdarahan. Jadi tumor berarti neoplasma yang menurut sifat biologiknya dibedakan atas tumor jinak dan tumor ganas. Semua Tumor ganas disebut dengan kanker (cancer). Ilmu yang mempelajari tunor disebut onkologi.

Klasifikasi tumor (neoplasma)

Klasifikasi neoplasma ialah pengelompokan neoplasma yang mempunyai sifat hampir sama dan memisahkan yang tidak sama sehingga dapat ditentukan prognosis dan pengobatannya. Klasifikasi neoplasma biasanya berdasarkan :

Sifat Biologik Tumor

Berdasarkan sifat biologiknya tumor dapat dibedakan menjadi tumor jinak (benigna), tumor ganas (maligna) serta tumor yang terletak antara jinak dan ganas (intermediet).

  • Tumor jinak (benigna)

Tumor jinak tumbuhnya lambat dan biasanya mempunyai simpai (kapsul), tidak tumbuh infiltratif, tidak merusak jaringan sekitarnya dan tidak menyebar pada tempat yang jauh. Tumor jinak pada umumnya dapat disembuhkan dengan sempurna kecuali yang mensekresi hormon atau ynag terletak pada tempat ynag sangat penting, misalnya di sumsum tulang belakang ynag dapat menimbulkan paraplegia atau pada saraf otak yang menekan jaringan otak.

  • Tumor ganas (malignan)

Pada umumnya tumor ini tumbuh cepat, infiltratif dan merusak jaringan disekitarnya. Disamping itu dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran limfe atau aliran darah. Tumor ini sering menyebabkan kematian.

  • Intermediet

Diantara 2 kelompok tumor jinak dan tumor ganas terdapat segolongan kecil tumor yang mempunyai invasive local tetapi kemampuan metastatisnya kecil. Tumor ini disebut tumor yang agresif lokal atau tumor ganas derajat rendah. Sebagai contoh, karsinoma sel basal kulit.

Tumor Jinak Tumor ganas derajat rendah (agresif lokal) Tumor ganas
Sifat pertubuhan Lambat Bervariasi Cepat
Tumbuh infiltratif Tidak Lokal Infiltratif
Kemampuan metastasis Tidak ada Rendah/tidak Tinggi
Pengobatan Eksisi Eksisi luas Eksisi luas, pengangkatan KGB regional, pengobatan sistemik (kemoterapi)
Angka kesembuhan setelah operasi Tinggi Cenderung residif Buruk, cenderung residif dan metastasis

Asal Jaringan (Histogenesis)

  • Sel totipoten

Sel totipoten adalah sel yang dapat berdiferensiasi ke dalam tiap jenis sel tubuh. Sebagai contoh ialah zygote yang berkambang menjadi janin. Paling sering sel totipoten dijumpai pada gonad yaitu sel germinal. Dapat pula terjadi retroperitoneal, dimesdiatinum, dsan daerah tineal.

Tumor sel germinal

Tumor sel germinal dapat berbentuk sebagai sel tidak berdiferensiasi, contohnya seminoma atau digerminoma. Yang berdiferensiasi minimal contohnya karsinoma embrional. Yang berdiferensiasi ke jenis jaringan termasuk trofoblas misalnya choriocarcinoma dan yolk sac carcinoma. Yang berdiferensiasi somatik ialah teratoma. Dapat terjadi campuran pada satu tumor. Teratoma sebagai tumor yang berdiferensiasi somatik mengandung unsur-unsur ketiga jenis lapisan benih : ektoderm,mesoderm, dan endoderm sehingga pada tumor akan tampak berbagai jenis jarinagn misalnya kulit, lemak, otot,tulang, tulang rawan, gigi, rambut, selaput lendir saluran cerna atau jaringan otak yang tidak terorganisir dengan baik. Teratoma dapat diklasifikasikan enjadi teratoma padat atau kistik. Teratoma kistik kebanyakan jinak, sedagkan teratoma padat biasanya ganas. Dapat pula dibedakan atas teratoma matur (berdiferensiasi baik) jiak terdiri atas jaringan berbentuk dewasa dan teratoma imatur jika terdiri atas jaringan tipe fetal. Teratoma imatur biasanya ganas, sedangkan teratoma matur kebanyakan jinak.

  • Sel embrional pluripoten

Sel embrional pluripoten dapat berdiferensiasi ke dalam berbagai jenis sel dan sebagai tumor akan membentuk berbagai jenis struktur alat tubuh. Sebagia contoh ialah tumor sel embrional pluripoten yang bersal dari anak ginjal, dan disebut nefroblastoma, sering berdiferensiasi ke dalam struktur yang menyerupai tubulus ginjal dan kadang-kadang jaringan otot, tulang rawan atau tulang rudimenter.

Tumor sel embrional pluripoten biasanya disebut embrioma atau blastoma, misalnya retinoblastoma, hepatoblastoma, embryonal rhabdomyosarcoma.

  • Sel bediferensiasi

Jenis sel dewasa yang berdiferensiasi, terdapat dalam bentuk sel alat-lat tubuh pada kehidupan postnatal. Kebanyakan tumor pada manusia terbentuk dari sel berdiferensiasi.

Tatanama tumor ini merupakan gabungan berbagai faktor yaitu, perbedaan antara jinak dan ganas, asal epitel dan mesenkim, lokasi dan gambaran deskriptif lain.

Tumor epitel

Tumor jinak epitel disebut adenoma jika terbentuk dari epitel kelenjar, misalnya adenoma tiroid, adenoma kolon.

Disebut papiloma jika berasal dari epitel permukaan dan mempunyai arsitektur papiler. Papiloma dapat timbul dari epitel skuamosa (papiloma skuamosa), epitel permukaan duktus kelenjar (papiloma intraduktural pada payudara) atau sel transisional (papiloma sel transisional). Tidak jarang sifat deskriptif digabungkan pada tatanama misalnya adenoma kolon vilosum atau adenoma kolon tubuler.

Tumor ganas epitel disebut karsinoma. Kata ini berasal dari kata yunani yang berarti kepiting. Jika berasal dari sel skuamosa disebut karsinoma sel skuamosa. Disebut karsinoma sel transisional bila berasal dari sel transisional. Tumor ganas epitel yang ebrasal dari epitel kelenjar disebut adenokarsinoma, misalnya adenikarsinoma payudara, adenokarsinoma kolon. Pada nama tersebut selain nama asal alat kadang-kadang disertakan juga sifat sel tumor tersebut, misalnya adenokarsinoma sel jernih (clear cell adenocarcinoma) ginjal, adenokarsinoma papilar tiroid atau adenokarsinoma verukosa laring.

Tumor jaringan mesenkim

Tumor jinak mesenkim sering ditemukan meslipun biasanya kecil dan tidak begitu penting, dan diberi nama asal jaringan (nama Latin) dengan akhiran oma. Misalnya tumor jinak jaringan ikat (Latin fiber) disebut fibroma. Tumor jinak jaringan lemak (Latin adipose) disebut lipoma. Pada nama tumor dapat pula terkandung nama asal jaringan dan sifat morfologik tumor misalnya hemangioma kapilare dan hemangioma kavernosum.

Tumor ganas jaringan mesenkim yang ditemukan kurang dari 1% diberi nama asal jaringan (dalam bahasa latin atai yunani) dengan akhiran sarcoma. Sebagai contoh tumor ganas jaringa ikat disebut fibrosarkoma dan yang bersal dari jaringan lemak diberi nama liposarkoma. Istilah sarkoma sendiri dapat dipakai tersendiri yang berarti tumor ganas yang berasal dari mesenkim. Sarkoma berasal dari bahasa yunani untuk daging (flesh). Sifat morfologik tumor juga sering disertakan misalnya liposarkoma diklasifikasikan sebagai sklerosing, miksoid, sel bvulat atau pleomorfik.

Kekecualian ketentuan di atas diberlakukan pada beberapa kelompok tumor yang namanya tidak sesuai dengan ketentuan di atas :

Tumor yang mungkin kedengarannya jinak tetapi sebenarnya ganas

Terdapat beberapa tumor ganas yang namanya berakhiran oma pada nama asal selnya tetapi sebenarnya tumor tesebut merupakan tumor ganas. Sebagai contoh adalah limfoma (berasal dati limfosit), plasmasitoma (berasal dari sel plasma), glioma (berasal dari sel glia), dan astrositoma (berasal dari sel astrosit). Untuk menjelaskan sifat ganasnya maka dicantumkan kata maligna, sehingga namanya menjadi lymphoma maligna, melanoma maligna. Emskipun tidak dicantumkan sebenarnya tumor tersebut berarti ganas oleh karena tidak ada limfoma, melanoma atau glioma yang jinak.

Tumor yang golongan namanya kedengaran ganas tetapi sebanarnya jinak

Dua tumor tulang yang jarang ditemikan yaitu osteoblastoma dan kondroblastoma bergolongan nama ganas sebab berakhiran blastoma, tetapi ternyata merupakan tumor jinak, berasal dari osteoblas dan kondroblas yang terdapat pada tulang dewasa.

  • Leukimia

Lekemi adalah tumor alat pembentuk darah. Penyakit ini dianggap ganas meskipun beberapa diantaranya menunjukkan perjalanan klinik lambat. Lekemi dibedakan atas dasar gambaran klinik (akut dam kronik) dan atas dasar asal sel (limfositik, granulositik, mielositik, promielositik, monositik). Lekemi bersifat tersifat dengan adanya sel tumor pada sumsum tulang dan pada darah tepi. Jarang menimbulkan tumor lokal.

  • Tumor yang asal selnya tidak siketahui

Untuk tumor yang tidak diketahui asalnya pada waktu pertama kali ditemukan, maka nama orang yang pertama kali menggambarkan tumor tersebut dipakai unutk nama tumor tersebut.

Sebagai cotoh ialah Ewing’s sarcoma, Hodgkin’s lymphoma, Brenner’s tumor, Burkitt’s lymphoma, Wilm’s tumor, Grawitz’s tumor.

Bila histiogenesis tumor tersebut telah diketahui maka namanya akan berubah misalnya Wilm’s tumor sekarang menjadi nefroblastoma, Burkitt’s lymphoma disebut lymphocytic lymphoma sekarang tergolong B-cell lymphoma, Grawitz’s tumor disebut adenokarsinoma ginjal.

Daftar Pustaka

  • Pringgoutomo S. HimawanS. Tjarta. Buku ajar Patologi I (umum). Ed 1. Jakarta: Sagung Seto. 2006
2 Comments »

Laporan Anamnesis konjungtivitis Bakteri


Status Pasien

Nama : Nn.  Ana

Usia : 20 th

Alamat : Pisangan – Ciputat

Status Pernikahan : Belum Menikah

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Mahasiswi

Agama : Islam

Suku : Jawa

Keluhan Utama

Mata kanan merah sejak 3 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Nn. Ana seorang mahasiswi usia 20 tahun datang dengan keluhan mata kanan merah sejak 3 hari yang lalu. Ia merasa sedikit gatal. Nyeri yang ia rasakan pedih, tidak ada riwayat kelilipan. Ia juga merasa bahwa kelopak matanya menjadi bengkak. Selama ini ia memakai kacamata karena minus 1 pada mata kanan dan mata kirinya. Ia merasa Tidak ada penurunan tajam penglihatan dan tidak silau terhadap cahaya. Setiap pagi ia sulit membuka mata karena banyak kotoran berwarna kuning yang menempel pada kelopak mata. Ia merasa seperti menangis karena air matanya sering keluar. Ia menyangkal adanya demam dan keluhan lain. Selama ini ketika mengalami mata merah ia menggunakan obat tetes mata (insto), tetapi untuk keluhan sekarang ia merasa tidak ada perbaikan. Tidak ada riwayat trauma.

Riwayat Penyakit Dahulu

Nn. Ana Pernah mengalami mata merah karena kelilipan tetapi sembuh setelah diberi insto. Ia menyangkal adanya penyakit asma, tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus.

Riwayat Penyakit Keluarga

Nn Ana melihat Ayah dan ibunya harus menggunakan kacamata ketika membaca. Ia menyangkal adanya penyakit asma dalam keluarganya. Ayah Nn. Ana pernah menderita tekanan darah tinggi tetapi sudah diobati. Di keluarganya tidak ada yang menderita Diebetes Mellitus.

Riwayat Sosial

Nn. Ana Tinggal di kost bersama teman – teman 1 jurusan. Lingkungan kos tempat ia tinggal bersih dan sanitasinya baik. Ia mengatakan bahwa teman kamarnya ada yang mengalami mata merah. Selama ini tidak pernah memakai lensa kontak. Ia menyangkal adanya alergi terhadap makanan dan obat tertentu. Ia tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Ia mengatakan tidak sedang mengkonsumsi obat tertentu. Ia memiliki kebiasaan membaca sambil tiduran.

Kesimpulan

Konjungtivitis Bakteri

Daftar Pustaka

  • Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Ed 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009
  • Vaughan DG. Asbury T. Eva PR. Oftamologi umum. Ed 14. Jakarta: Widya medika. 2000
Leave a comment »

Katarak


Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidarasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa.

Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.

Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan congenital, atau penyulit penyakit mata local menahun. Bermacam-macam penyekit mata dpat mengakibatkan katarak seperti glaucoma, ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa. Katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokuler lainnya. Katarak juga dapat disebabkan bahan toksik khusus (kimia dan fisik). Keracunan beberapa jenis penyakit juga dapat menimbulkan katarak;seperti eserin (0,25-0,5%), kortikosteroid, ergot, dan antikolinesterase topical.

Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak adalah diabetes mellitus, galaktosemia, dan distrofi miotonik.

Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau sistemik (katarak senile, juvenil, herediter) atau kelainan congenital mata.

Katarak dapat disebabkan oleh berbagai faktor berikut:

  • Fisik
  • Kimia
  • Penyakit prdisposisi
  • Genetik dan gangguan perkembangan
  • Infeksi virus dimasa pertumbuhan janin
  • Usia

Pada pasien katarak biasanya mengalami keluhan penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara progresif. Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak transparan, sehingga pupil akan berwarna putih atau abu-abu.

Pada mata akan tampak kekeruhan lensa dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat. Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan nukleus.

Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah (slitlamp), funduskopi, pada kedua mata bila mungkin, tonometer selain daripada pemeriksaan prabedah yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva, karena dapat menjadi penyulit yang berat berupa panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum.

Pada katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan sebelum dilakukan pembedahan untuk melihat apakah kekeruhan sebanding dengan turunnya tajam penglihatan. Pada katarak nuclear tipis dengan myopia tinggi akan terlihat tajam penglihatan yang tidak sesuai, sehingga mungkin penglihatan yang turun akibat kelainan pada retina dan bila dilakukan pembedahan maka akan memberikan hasil tajam pengllihatan yang tidak memuaskan. Sebaliknya pada katarak kortikal posterior yang kecil akan mengakibatkan penurunan tajam penglihatan yang sangat berat pada penerangan yang sedang ataupun keras akantetapi bila pasien berada ditempat gelap maka tajam penglihatan akan memperlihatkan banyak kemajuan.

Pengobatan katarak adalah tindakan pembedahan. Setelah pembedahan lensa diganti dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tanam intraokuler.

Klasifikasi Katarak

Berdasarkan usia, katarak diklasifikasikan dalam:

  • Katarak congenital, katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun
  • Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
  • Katarak senilis, katarak yang terjadi setelah usia 50 tahun

Bila mata sehat dan tidak terdapat kelainan sistemik maka hal ini biasanya terdapat pada hamper semua katarak seniliis, katarak herediter dan kongnital.

Katarak kongenital

Kataraka kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bati berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital marupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.

Katarak kongenital digoloongkan dalam katarak:

  • Kapsulolentikuler dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan katarak polaris.
  • Katarak lentikular termasuk dalam golongan ini kataraka yang mengenai korteks dan nukleus lensa saja.

Dalam kategori ini termsuk kekeruhan lensa yang timbul sebagai kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin local atau umum.

Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubella pada kehamilan trimester pertama dan pemakaian obat selama kehamilan. Kadang-kadang pada ibu hamil terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus atau hepatosplenomegali. Bila katarak disertai dengan uji reduksi pada urin yang positif, mungkin katarak terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi premature dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.

Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungna katarak congenital dengan diabetes mellitus, kalsium dan fosfor. Hampir 50% dari katarak kongenital adalah sporadic dan tidak diketahui penyebabnya.

Penanganan tergantung pada unilateral dan bilateral, adanya kelainan mata lain, dan saat terjadi katarak. Katarak kongenital prognosisnya kurang memuaskan karena tergantung pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada mata tersebut telah terjadi ambliopia. Bila tredpat nistagmus maka keadaan ini menunjukkan hal yang buruk pada katarak kongenital.

Pada katarak kongnital dapat dikenal beberapa bentuk:

  • Katarak piramidalis atau Polaris anterior
  • Katarak piramidalis atau Polaris posterior
  • Katarak zonularis atau lamalaris
  • Katarak pungtata dan lain-lain.

Pada pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau leukokoria. Pada setiap leukokoria diperlukan pemeriksaan yang lebih teliti untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pemeriksaan leukokoria dilakukan dengan melebarkan pupil.

Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi adalah macula lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan. Macula ini tidak akan berkembang sempurna walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka visusnya biasanya tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris (ambyopia ex anopsia). Katarak ckngenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa nistagmus dan strabismus.

Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubella, galaktosemia, homosisteinuria, inklusi sitomegalik, diabetes mellitus, hipoparatiroidism, toksoplasmosis, dan histoplasmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak congenital biasanya merupakan penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, karatoknus, iris heterokromia, lensa ektopik, dysplasia retina, dan megalo kornea.

Kekeruhan pada katarak congenital dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan gambaran morfologik.

Tindakan pengobatan pada katarak kongnital adalah operasi. Operasi katarak congenital dilakukan bila reflex fundus tidak tampak. Biasanya bila katarak bersifat total. Operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih muda bila telah dapat dilakukan pembiusan.

Tindakan bedah pada katarak congenital yang umum dikenal adalah disisio lensa, ekstraksi liniar, ekstraksi dengan aspirasi.

Pengobatan katarak congenital bergantung pada:

  • Katarak totak bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya segera katarak terlihat.
  • Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau segera sebelum terjadiny juling; bila terlalu muda akan mudah terjadi ambliopia bila tidak dilakukan tindakan segera.
  • Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang buruk, karena mudah sekali terjadi ambliopia; karena itu sebaiknya dilakukan pmbedahan secepat mungkin, dan diberikan kacamata segera dengan latihan beban mata.
  • Katarak bilateral partial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga sementara dapar dicoba dengan kacamata atau midriatika;; bila terjadi kekeruhan yang progresif disertai dengan mulainya tanda-tanda juling dan ambliopia maka dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik.

Katarak Rubela

Rubella pada ibu dapat mengakibatkan katarak pada lensa fetus. Terdapat 2 bentuk kekeruhan sentral dengan perifer jernih seperti mutiara atau kekeruhan diluar nuclear yaitu korteks anterior dan posterior atau total. Mekanisme terjadinya tidak jelas, akan tetapi diketahui bahwa rubella dapat dengan mudah menular melalui barier plasenta. Virus ini dapat masuk atau terjepit di dalam vesikel lensa dan bertahan di dalam lensa sampai 3 tahun.

Katarak Juvenil

Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenile biasanya merupakan kelanjutan katarak congenital.

Katarak juvenile biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolic dan penyakit lainnya seperti:

  • Katarak metabolik
    • Katarak diabetic dan galaktosemia (gula)
    • Katarak hipokalsemik (tetanik)
    • Katarak defisiensi gizi
    • Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom lowed an homosistinuria)
    • Penyakit Wilson
    • Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik
  • Otot
    • Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun)
  • Katarak traumatic
  • Katarak komplikata
    • Kelainan congenital dan hereditary (siklopia, koloboma, mikroftalmia, aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis)
    • Katarak degenerative (dengan myopia dan distrofi vitreoretinal), seperti Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma
    • Katarak anoksik
    • Toksid (kortikosteroid sistemik atau topical, ergot, naftalein, dinitrofenol, triparanol [MER-29], antikolinesterase, klorpromazin, miotik, busulfan, dan besi)
    • Katarak radiasi

Katarak senile

Katarak senile adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti.

Perubahan lensa pada usia lanjut:

  • Kapsul
    • Menebal dan kurang elastic (1/4 diabnding anak)
    • Mulai presbiopia
    • Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
    • Terlihat bahan granular
  • Epitel – makin tipis
    • Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
    • Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
  • Serat lensa
    • Lebih irregular
    • Pada korteks jelas kerusakan serat sel
    • Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nucleus (histidin, triptofan, metionin, sistein, dan tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan disbanding normal.
    • Korteks tidak berwarna karena:
      • Kadar a. askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi
      • Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda

Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun.

Pada katarak senile sebaiknya disingkirkan penyakit mata local dan penyakit sistemik seperti diabetes mellitus yang dapat menimbulkan katarak komplikata. Katarak secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, intumessen, matur, hipermatur dan morgagni.

Perbedaan stadium katarak senile

Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah (masuk) Normal Berkurang (air+masa lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit Glaukoma Uveitis + glaukoma

Katarak Insipien

Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut :

Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat didalam korteks.

Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degenaratif (benda morgagni) pada katarak insipien.

Kekeruahn ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.

Katarak intumessen

Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat yang degenerative menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal disbanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penulit glaucoma. Katarak intumessen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan myopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah yang akan memberikan miopisasi.

Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.

Katarak Imatur

Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degenerative. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaucoma sekunder.

Katarak matur

Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini bias terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumessen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kelsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negative.

Katarak Hipermatur

Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair.

Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks akan memperlihatkan bentuk menjadi sekantong susu disertai dengan nucleus yang terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak morgagni.

Tidak diketahui kenapa katarak senile pada orang tertentu berbentuk korteks anterior dengan celah air, nucleus, dan korteks subkapsular posterior. Mungkin terdapat factor penentu lainnya.

Katarak Brunesen

Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada nucleus lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes mellitus dan myopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik daripada dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior.

Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan apabila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila katarak ini menimbulkan penyulit seperti glaucoma dan uveitis.

Daftar Pustaka

  • Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Ed 3. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2009
9 Comments »